Bagi seorang anak, belaian kasih dan perlindungan orangtua merupakan hal dasar yang dapat menguatkannya dalam melakukan segala aktivitasnya di luar rumah. Tanpa belaian kasih sayang dan perlindungan orangtua, anak akan terlihat seperti seekor anak ayam yang kehilangan induknya, kebingungan dan ketakutan.
Perasaan kebingungn dan ketakutan inilah yang sering muncul pertama kali saat berada dalam sebuah ruangan kecil berukuran 2x1,5 m yang bernama “kamar kost” dan sendirian tanpa seorang keluarga pun yang menemani. Terkadang perasaan ini berbaur dengan euforia kebebasan dan beban kemandirian yang juga lazim muncul saat berada jauh dari orangtua.
Berdasarkan cerita dari berbagai teman yang menjalani kehidupan kost, ada hal-hal yang menjadi suka dan duka hidup di kost. Diantara sukanya yaitu : boleh pergi berjalan-jalan kapan saja, kemana saja, dengan siapa saja, dan pulang pukul berapa saja disebabkan karena tidak ada lagi orangtua yang mengawasi. Selain itu, hidup di kost membuat kita dapat berlama-lama bercengkrama bersama teman-teman, bebas berdiskusi sampai larut malam, dan tanpa ada yang melarang. Tidak ada seorang ibu yang cerewet, ayah yang sok tahu, maupun saudara yang tidak tahu diri, semuanya terserah kita. Seseorang yang menjalani kehidupan kost biasanya akan lebih mandiri dan bertanggungjawab dibandingkan dengan orang-orang yang tidak menjalaninya. Hal ini dimungkinkan sebab seorang anak kost mau tidak mau harus belajar untuk mengatur kehidupannya sendiri, makan sendiri, mencuci baju sendiri, membersihkan kamar, dsbnya .
Tak lepas dari suka, maka duka anak kost pun beragam. Seorang teman pernah mengeluhkan kepada saya bahwa ada saat-saat dimana kita merasa butuh sebentuk perhatian dan penghargaan dari orangtua dan keluarga dalam menyelesaikan masalah, namun mereka tidak ada. Sementara kondisi teman serumah (satu kost-an) cuek bebek dan tidak peduli, saat rasa rindu untuk kembali pulang semakin menjadi namun kesibukan kuliah memaksa untuk bertahan, saat ucapan dan pendapat kita yang bila di rumah selalu mendapatkan apresiasi namun ketika di dunia kost-an seolah-olah tidak berarti, saat tagihan-tagihan dan kebutuhan-kebutuhan hidup serasa mencekik leher namun kiriman uang dari kampung belum juga datang. Maka saat-saat itulah hidup sebagai anak kost menjadi tidak menyenangkan sebagaimana yang dibayangkan sebagian besar orang.
Tinggal sendiri tanpa pengawasan orangtua jelas menimbulkan tanggung jawab – tanggung jawab moriil kepada diri sendiri. Seiring dengan bertambahnya usia, kita harus belajar bagaimana dapat menyelenggarakan kehidupan sebaik-baiknya dengan sesedikit mengkin mengeluh atau meminta bantuan kepada orangtua. Menurut penulis keadaan inilah yang kemudian menuntut kita untuk lebih kreatif dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan kita. Sebelum dicuekin, sebaiknya sejak awal kita sudah harus menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi-red), kalau perlu akrab dengan teman-teman yang satu rumah serta ibu pengasuh atau ibu kost. Hal ini wajib karena merekalah orang terdekat yang pertama kali dapat kita mintai pertolongan bila terjadi masalah dikemudian hari. Bergaul dengan sebanyak mungkin masyarakat sekitar, seperti penjual galon, mas-mas tukang sayur dan tempe, ibu-ibu yang menjual di kantin, bahkan tukang ojek, terkadang juga dapat bermanfaat dikemudian hari (misalnya tak jarang kita bisa ngutang dulu sama mereka kalau ingin memenuhi kebutuhan hidup, namun kiriman bulanan bulan datang^^).
Selain itu, kita juga harus mengembangkan sikap disiplin dalam mengatur waktu dan uang agar kehidupan kita menjadi lebih teratur dan ‘aman’. Maksud dari kata aman di sini terhindar dari pesoalan-persoalan kecil berakibat fatal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Misalnya dalam hal mengatur waktu. Biasanya, saat tinggal sendiri tanpa pengawasan orangtua kita lebih bebas keluar dan bergaul dengan teman-teman, entah dengan teman serumah, maupun dengan teman-teman lainnya. Terkadang, waktu untuk bergaul itu menghabiskan hampir 90 % waktu kita dalam sehari, padahal tujuan kita datang ke kota ini, hingga harus susah-susah pisah rumah dengan keluarga adalah untuk menuntut ilmu dan belajar. Sering kali terjadi, kita lebih mendahulukan bergaul dibanding dengan mengerjakan tugas-tugas dari kampus dan belajar, dan hal ini dapat berakibat fatal pada nilai-nilai mata kuliah. Padahal hal ini sama sekali tidak perlu terjadi. Bila kita pandai dan disiplin dalam mengatur waktu, kita dapat menjalani sekaligus kehidupan anak kost sebagai mahasiswa dan juga anak gaul tanpa merugikan salah satu di antara keduanya.
Hal serupa juga berlaku dalam hal pengaturan keuangan. Sering terjadi apabila datang kiriman bulanan dari orangtua di kampung kita bersikap seperti orang kaya baru yang tidak tahu malu. Traktir sana, traktir sini, membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak perlu dan kemudian pada pertengahan bulan sampai datang awal bulan baru tertatih – tatih, merana karena kehabisan uang. Masalah ini sama sekali tidak cool, oleh karena itu kita harus lebih bijaksana lagi dalam hal membelanjakan uang subsidi dari orangtua. Kalaupun subsidi tersebut dirasakan memang tidak cukup, apa salahnya berpikir kreatif untuk mencari uang tambahan dengan bekerja sambilan (sambilan artinya tidak menyita seluruh waktu, dan tidak menganggu perkuliahan) selama pekerjaan yang dilakukan berada dalam koridor halal.
Terakhir, masalah yang sepele namun juga penting adalah selektif dalam memilih teman. Di zaman di mana pergaulan bebas menjadi nge-trend ini, selektif dalam memilih teman adalah kunci utama yang paling menentukan seperti apa nanti wujud eksistensimu di dunia ini. Seperti nasihat para sufi bahwa “bergaul dengan penjual minyak wangi, maka kita akan mendapatkan percikan minyak wanginya. Namun bergaul dengan pandai besi, tak jarang kita mendapatkan percikan apinya,” seperti itu pula jika kita bergaul dengan teman. Bila teman-teman kita adalah orang-orang yang mempunyai semangat untuk mencapai keberhasilan yang tinggi, maka kemungkinan kita juga akan semangat untuk mencapai keberhasilan dalam hidup, sebaliknya bila teman-teman kita adalah orang-orang yang ngakunya gaul namun ternyata sibuk mendzalimi dirinya sendiri, maka kemungkinan besar kita juga akan menjadi seperti itu. Maka bergaullah dengan semua orang, namun selektiflah dalam memilih teman.
